Suatu Majelis yang mempunyai tujuan untuk mendidik anak-anak, remaja dan masyarakat untuk lebih mendalami Hukum dan ajaran Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (Agama ISLAM).

Senin, 06 Desember 2010

Sejarah Para Imam & Muhadis


Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris As Syafii rahimahullah Dikenal dengan gelar Imam Syafii, lahir pada th 150H dan wafat pada 204H, berkata Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) bahwa tiada kulihat seorang yang lebih mengikuti hadits selain Muhammad bin Idris Assyafii, berkata pula Imam Ahmad (yang merupakan murid dari Imam Syafii) aku mendoakan Syafii selama 30 tahun setiap malamnya, dan Imam Syafii ini berguru kepada Imam Malik, dan ia telah hafal Alqur;an sebelum usia 10 tahun, dan pada usia 12 tahun ia telah hafal Kitab Al Muwatta’ karangan Imam Malik yang berisi sekitar 2000 hadits dengan sanad dan hukum matannya.

Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Beliau wafat pada th 241 H dalam usia 77 tahun, beliau berguru pada banyak para imam dan muhaddits, diantara guru beliau adalah imam syafii rahimahullah, dan beliau hafal 1 juta hadits berikut sanad dan hukum matannya, beliau digelari sebagai salah satu Huffadhuddunia, yaitu salah satu orang yang paling banyak hafal hadits diseluruh dunia sepanjang zaman, dan beliau rahimahullah banyak mempunyai murid, diantaranya adalah Imam Muslim rahimahullah.


Diriwayatkan ketika datang seorang pemuda yang ingin menjadi murid beliau maka beliau berkata pada anak itu : “ini ada 10 ribu hadits, hafalkanlah, bila kau telah barulah kau boleh belajar bersama murid2ku”, tentunya murid murid beliau adalah para Huffadh dan muhadditsin yang hafal ratusan ribu hadits, maka pemuda itu pun pergi dan kembali beberapa wkt kemudian, ia telah hafal 10 ribu hadits yang diberikan oleh Imam Ahmad itu dan lalu Imam Ahmad berkata : “sungguh hadist yang kau hafal itu adalah hadits palsu, tidak ada satupun yang shahih, hafalan itu hanya untuk latihan menguatkan hafalanmu, sebab bila kau salah maka tak dosa”, karena bila ia hafalkan hadits shahih lalu ia salah dalam menghafalnya maka ia akan membawa dusta dan kesalahan bagi ummat hingga akhir zaman.


Diriwayatkan ketika Imam Ahmad bin Hanbal hampir wafat, ia wasiat kepada anaknya untuk menaruhkan 3 helai rambut Rasulullah saw yang memang disimpannya, untuk ditaruhkan 3 helai rambut Rasul saw itu masing masing di kedua matanya dan bibirnya. Beliau wafat pada malam jum;at, dan muslimin yang menghadiri shalat jenazahnya sebanyak 800 ribu pria dan 60 ribu wanita, bahkan bila dihitung dengan kesemua yang datang dan datang maka mencapai 1 juta hadirin.

Berkata Imam Abubakar Almarwazi rahimahullah, kau bermimpi Imam Ahmad bin Hanbal setelah ia wafat, kulihat ia disebuah taman indah, dengan pakaian jubah hijau dengan memakai Mahkota cahaya.


Berkata Imam Abu Yusuf Alhayyan bahwa ketika wafat imam Ahmad, ada orang yang bermimpi bahwa setiap kubur diterangi pelita, dan pelita itu adalah kemuliaan atas wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal dan banyak dari mereka yang dibebaskan dari siksa kubur karena wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal diantara mereka.


Berkata Imam Ali bin Al Banaa’, ketika dimakamkan Ummul Qathi’iy didekat makam Imam Ahmad, maka beberapa hari kemudian ia bermimpi berjumpa Ummul Qathi’iy, seraya berkata : “Terimakasih atasmu yang tekah memakamkanku disamping kubur Imam Ahmad, yang setiap malam Rahmat turun dikuburnya dan rahmat itu menyeluruh pada ahlil kubur disini hingga akupun termasuk diantara yang mendapatkannya”.

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari rahimahullah
Beliau lahir pada hari jumat selepas shalat jumat 13 Syawal 194 H dan beliau wafat pada malam jumat yang sekaligus malam idul fitri th 256 H Berkata Imam Muhammad bin Yusuf Al Farbariy, aku mendengar dari Najm bin Fudhail berkata : aku bermimpi Rasulullah saw dan kulihat Imam Bukhari dibelakang beliau saw, setiap beliau saw melangkah sebuah langkah, dan Imam Bukhari melangkah pula dan menaruhkan kakinya tepat dibekas pijakan Nabi saw.

Ketika dikatakan kepada Imam Bukhari bahwa ada disuatu wilayah yang barangsiapa orang asing yang datang ke wilayah mereka maka saat setelah shalat maka penduduk setempat akan mencobanya dengan hadits hadits tentang shalat, maka Imam Bukhari berkata : “Bila aku diperlakukan seperti itu akan kukeluarkan 10 ribu hadits shahih mengenai shalat dihadapan mereka agar mereka bertobat dan tidak lagi mengulangi perbuatan buruk itu”.


Imam Bukhari telah menulis shahih nya sebanyak sekitar 7000 hadits saat beliau belum berusia 17 tahun, dan ia telah hafal 100 ribu hadits shahih dan 200 ribu shahih di usia tersebut.

Berkata Imam Al Hafidh Muhammad bin Salam rahimahullah : “kalau datang si bocah ini maka aku terbata bata dan tak nyaman membaca hadits”, dan ia berkata kepada seorang tamunya yang datang setelah Imam Bukhari pergi : “kalau kau datang lebih cepat sedikit kau akan berjumpa dengan bocah yang hafal lebih dari 70 ribu hadits..”, maka tamunya segera bergegas menyusul Imam Bukhari, dan Imam Bukhari berkata : “sungguh aku hafal lebih dari itu, dan akan kujelaskan padamu semua masing masing sanad periwayat hadits nya, dimana lahirnya, tahun kelahiran dan wafatnya, sifat dan sejarah periwayat sanad2 nya dari semua hadits itu”.


Ketika salah seorang perawi hadits bertanya kepada Imam Bukhari mengenai nama nama periwayat, gelar, bentuk kesalahan sanad hadits dll maka Imam Bukhari menjawabnya bagaikan membaca surat Al Ikhlas.


Berkata Imam Bukhari : “aku berharap menghadap Allah tanpa ada hisab bahwa aku pernah menggunjing aib orang lain”.


Suatu hari Imam Bukhari mengimami shalat dhuhur disebuah kebun korma, dan didalam bajunya terdapat seekor Zanbur (kumbang hitam) yang menggigit dan menyengatnya hingga 16 sengatan, selepas shalat Imam Bukhari berkata dengan tenang : “coba kalian lihat ada apakah didalam baju lenganku ini”, maka ditemukanlah 16 luka sengatan kumbang di tubuhnya.


Suatu ketika Imam Bukhari membacakan sanad hadits dan saat ia melirik dilihatnya ada orang yang terkesima dengan ucapannya, dan Imam Bukhari tertawa dalam hati, keesokan harinya Imam Bukhari mencari orang itu dan meminta maaf dan ridho karena telah menertawakannya, padahal ia hanya menertawakan didalam hati.

Diriwayatkan ketika Imam Bukhari sedang mengajari hadits kepada salah seorang muridnya dan ia tampak bosan, maka Imam Bukhari berkata : “para pedagang sibuk dengan perdagangannya, para pegawai sibuk dengan pekerjaannya, dan engkau bersama Nabi Muhammad saw”.


Imam Bukhari menulis shahih nya (Shahih Bukhari) di Raudhah,
yaitu antara Mimbar dan Makam Rasulullah saw di Masjid Nabawiy Madinah Almunawwarah, dan ia mandi dan berwudhu lalu shalat 2 rakaat baru menulis satu hadits, lalu kembali mandi, berwudhu dan shalat 2 rakaat, lalu menulis 1 hadits lagi, demikian hingga selesai di hadits no.7124. maka selesailah 7000 hadits itu ditulis di kitab beliau, dengan bertabarruk dengan Makam Rasulullah saw dan Mimbar Rasul saw.


Berkata Imam Muslim dihadapan Imam Bukhari : “Izinkan aku mencium kedua kakimu wahai Pemimpin para Muhadditsin, guru dari semua guru hadits”.


Dikatakan kepada Imam Bukhari, mengapa tak kau balas orang yang memfitnahmu dan mencacimu?, ia menjawab : “aku teringat ucapan Rasul saw : “akan muncul kelak ikhitilaf dan perpecahan, maka bersabarlah hingga kalian menjumpai aku di telaga haudh”.


Imam Bukhari mempunyai akal yang jenius, dan ia hafal bila mendengar 1X saja. Atau membaca 1X saja. Hingga ketika suatu ketika Imam Bukhari dicoba dan diajukan padanya 100 hadits yang dikacaukan dan dibolak balik sanadnya, maka Imam Bukhari berkata : “tidak tahu… tidak tahu”, hingga hadits yang ke seratus, lalu Imam Bukhari berpidato, mengulang hadits yang pertama yang disebut si penanya : “Kau tadi sebut hadits dengan sanad seperti ini, dan yang benar adalah begini”, demikian hadits kedua.. ketiga… hingga 100 hadits.

Ketika telah wafatnya Imam Bukhari, terjadi kekeringan yang berkepanjangan, maka par Ulama, Huffadh dan Muhadditsin dari wilayah samraqand berduyun duyun ke Makam Imam Bukhari, lalu mereka bertawassul pada Imam Bukhari, maka hujanpun turun dengan derasnya hingga 7 malam mereka tertahan dan tak bisa pulang ke sdamraqand karena derasnya hujan.


Al Hafidh Al Muhaddits Imam Abul Husein Muslim bin Hajjaj Alqusyairiy Annaisaburiy rahimahullah Beliau lahir pada th 204 H dan wafat pada Rajab 261 H, beliau adalah Imam Mulia yang menjadi peringkat kedua dari seluruh para Muhadditsin, yaitu setelah Imam Bukhari rahimahullah, beliau ini adalah murid daripada Imam Ahmad bin Hanbal, dan ia digelari sebagai salah satu Huffadhuddunia, bersama Imam bukhari, yaitu salah satu dari Imam yang dalam peringkat tertinggi dari para Hafidhul hadits, ia menulis hadits shahih pada usianya 15 tahun sebanyak 12 ribu hadits shahih dan menyingkat itu semua dari 300 ribu hadits.

Berkata para Muhaddits : “bila kita mencatat hadits selama 200 tahun maka tetaplah kita harus kembali berpegang pada Musnad Imam Muslim.


Al Hafidh Al Muhaddits Imam Malik bin Anas bin Malik Al Ashbahiy Al Madaniy rahimahullah
Beliau lahir pada th 93 H, dan wafat pada rabiul awal 179 H. Beliau adalah penulis kitab yang sangat termasyhur, yaitu Al Muwatta’, yang mengandung 2000 hadits dan sanadnya.

Beliau adalah seorang Ulama agung di Madinah Almunawwarah dan sangat berwibawa.

Diriwayatkan bila orang orang mencambuk onta ontanya untuk berusaha kemana mana mencari seorang ulama yang paling tinggi keluasan ilmunya, niscaya mereka tak akan temukan Ulama yang ilmunya melebih Sang Alim yang di Madinah, yaitu Imam Malik rahimahullah, Imam Malik adalah Guru Imam Syafii.

Berkata Imam Syafii : “bila ulama disebut sebut, maka Imam Malik adalah bintang yang berpijar”.
Dan berkata Imam Syafii : “kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Ibn Huyaynah, niscaya telah sirna ilmu di Hijaz (jazirah arab)”

Berkata Imam Syafii : “tak ada kitab yang lebih mengandung kejelasan dan pembenaran yang menyamai Al Muwatta’ Imam Malik
.

Imam Malik berpakaian rapih dan selalu menggunakan minyak wangi.

Berkata Imam Al hafidh Wuhaib bahwa Imam semua ahl hadits adalah Imam Malik
Berkata Imam Qutaibah, bila Imam Malik keluar menyambut tamunya beliau berpakaian indah, memakai sifat mata, wewangian dan membagi bagikan kipas kepada masing masing tamunya, ia adalah Imam yang sangat berwibawa, majelis dirumahnya selalu hening dan tak ada suara keras dan tak pula ada yang berani mengeraskan suaranya, ruangan beliau dipenuhi kesejukan dan ketenangan, dan beliau dimakamkan di kuburan Baqi’.

Diriwayatkan bahwa bila Imam Malik akan membacakan hadits maka ia berwudhu, lalu merapikan janggut putihnya, lalu duduk dengan wibawa dan tenang, menggunakan wewangian, barulah beliau mengucapkan hadits Rasulullah saw, ketika ditanyakan kepadanya mengenai itu, beliau berkata : “aku mengagungkan hadits nabi saw, aku takmenyukai mengucapkan hadits trkecuali dalam keadaan suci”, dan beliau tak suka mengucapkan hadits dalam perjalanan atau dalam terburu buru.

Bila ada orang yang mengeraskan suara saat beliau membaca hadits Nabi saw maka beliau berkata : “jangan kau keraskan suaramu, rendahkan suaramu, karena Allah telah berfirman : Wahai Orang orang yang beriman, jangan kau keraskan suaramu didepan Rasulullah saw, maka barangsiapa yang mengeraskan suaranya didepan hadits Rasulullah saw sama dengan mengeraskan suaranya dihadapan Rasulullah saw”.


Imam Malik berkata : “Ilmu bukanlah dengan berpanjang panjang riwayat, tetapi cahaya yang disimpan Allah didalam sanubari”.

Al Hafidh Al Muhaddits Imam Nu’man bin Tsabit dikenal dengan Abu Hanifah (Imam Hanafi) rahimahullah
Beliau wafat pada th 150H, ada pendapat yang mengatakan kelahirannya pada th 61 H, Imam Abu Hanifah belasan tahun lebih tua dari Imam Malik, dan mereka hidup dalam satu zaman, namun diriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah sangat memuliakan dan menghormati Imam Malik di Madinah Almunawwarah.


Imam Abu Hanifah banyak ditentang para Muhadditsin dan sebagian besar menilai haditsnya dhaif, dan beberapa fatwanya yang tampak kurang sesuai dengan Jumhur Ulama, namun sebagian pendapat mengatakan karena justru hal itu disebabkan karena di masa beliau adalah masa dahsyatnya fitnah, dan beliau tergolong kepada generasi Tabi’in.

(sumber : Asshafwatusshofwah, Tadzkiratul Huffadh, Siyar fii A’laaminnubala, Tanbihul Mughtarrin, Tariikh Asshaghir, Tarikh Al Baghdad, Fathul Baari Al masyhur).

Al Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid


Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid dilahirkan di Korbah Ba Karman (Wadi 'Amd), Hadramaut pada tahun 1313 Hijriyah. Ayahnya adalah Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid yang terkenal dengan sebutan Al-Bakry-Al-Hamid, adalah seorang sholihin dan seorang wali yang arif juga sangat dicintai dan disegani oleh masyarakatnya. Sedangkan ibunda beliau seorang wanita sholihah yaitu Aisyah dari keluarga Al-Abud Ba Umar dari masyaikh Al-'Amudi.

Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid mempelajari Al-Qur’an kepada seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd. Sedangkan Ilmu Fiqh dan tasawuf dipelajari dari ayahnya sendiri Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid.

Pada usia 26 tahun bertepatan bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Askariy, Al-Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa saat, kemudian menuju ke Lumajang di kediaman sepupunya Al-Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid. Al-Habib Sholeh menetap di Lumajang untuk beberapa lama, kemudian pindah ke Tanggul, Jember, Jawa Timur dan akhirnya menetap di sana hingga akhir hayatnya. Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid lebih akrab dengan sebutan Habib Sholeh Tanggul

Di Tanggul, Habib Sholeh mendirikan Masjid yang diberi nama Masjid Riyadus Sholihin bermula dari hadiah sebidang tanah dari seorang Muhibbin Almarhum Haji Abdurrasyid kepada Habib Sholeh, yang kemudian diwakafkan dan didirikan Masjid diatasnya.

Habib Sholeh berda'wah kepada masyarakat sekitar tidak kenal lelah, selalu mengajak ummat shalat berjama'ah dan tidak meninggalkannya. Anatara Maghrib dan Isya di isi dengan membaca Al-Qur'an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar membaca kitab An-Nashoih Dinniyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Habib Sholeh wafat di Tanggul ketika senja pada hari Sabtu, tanggal 8 Syawal 1396 Hijriyah ( 1976 M.) dalam usia 83 tahun. Beliau wafat setelah berwudhu dan sebelum sempat melaksanakan shalat Maghrib. Dimakamkan pada hari Minggu , tanggal 9 Syawal 1396 Hijriyah, setelah shalat Dzohor di samping kiblat Masjid Riyadus Sholihin, Tanggul, Jember,Jawa Timur

Habib Sholeh meninggalkan 6 putra-putri : Al-Habib Abdullah, Al-Habib Muhammad, Syarifah Nur, Syarifah Fatimah, Al-Habib Ali dan Syarifah Khadijah.

Doanya Selalu Terkabul…
Habib yang satu ini doanya sangat terkenal selalu terkabul dan orang yang sangat disegani dan dicintai. Dialah Habib Shaleh bin Muhsin Al-Hamid, atau yang terkenal dengan panggilan Habib Habib Sholeh Tanggul (Jember).

Doa dari habib yang satu ini memang penuh rasa keikhlasan dan tidak tercampur sedikit pun dengan urusan duniawiyah. Wajarlah, bila setiap doa yang Beliau panjatkan sangat cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Beliau lah Al Habib Shaleh bin Muhsin Alhamid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Habib Shaleh Tanggul.

Mengenai resep agar doanya cepat terkabul, pernah suatu ketika ada orang bertanya, “Ya, Habib Shaleh. Apa sih kelebihan ibadah Habib Shaleh yang tidak orang lain lakukan, sehingga doa Habib Shaleh cepat terkabul?”

Habib Sholeh menjawab, “Mau tahu rahasianya?”
“Saya tidak pernah menaruh pispot di kepala saya.”
Orang itu bertanya kembali,”Apa maksudnya ya Habib?” tanya balik orang itu kepada Habib Sholeh.
“Menaruh pispot di kepala mu dalam beribadah. Artinya, janganlah membanggakan dunia. Janganlah bersaranakan dunia dengan beribadah.”
Dunia kata pujangga adalah permainan, karena itu harus dipermainkan. Jangan kita dipermainkan.
“Contohnya bagaimana ya Habib?”
“Pispot walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan bertahtakan intan berlian yang terbaik. Kalau dibuat topi, tetap akan membuat malu,” kata Habib Sholeh.
“Maksudnya?”
“Kalau orang mau membanggakan dunia, bermodalkan dunianya. Semisal untuk membanggakan diri tujuannya untuk mencari dunia, lihat saja orang itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin…,” terang Habib Shaleh. Selain itu, kata Habib Shaleh jangan melakukan dosa syirik.

Habib Shaleh bin Muhsin Alhamid sendiri lahir di Korbah, Ba Karman (Wadi Amed) Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Al-Bakry Alhamid, seorang yang saleh dan wali yang arif dan dicintai serta dihormati oleh masyarakatnya. Banyak orang yang datang kepadanya untuk bertawasul dan memohon doa demi tercapainya segala hajat mereka. Ibundanya seorang wanita shalihah bernama Aisyah dari keluarga Alabud Ba Umar dari Masyayikh Alamudi.

Habib Shaleh memulai mempelajari kitab suci Al-Quran dari seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd, yang juga dikenal sebagai orang shaleh yang tiada henti-hentinya berzikir kepada Allah SWT. Sedangkan ilmu fikih dan tasawwuf Beliau pelajari dari ayahnya sendiri, Habib Muhsin Alhamid. Sewaktu kecil Habib Shaleh sebagaimana teman sebayanya, pernah menggembala kambing. Selain itu, ia ternyata mempunyai hobi menembak dengan senapan angin. Bahkan kemampuannya, bisa dikatakan luar biasa, karena ia dikenal sebagai penembak yang jitu.

Pada usia 26 tahun, tepatnya pada bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Asykariy, Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua sempat singgah di Gujarat (India) beberapa waktu, kemudian baru ke Jakarta. Kemudian sepupu beliau, Habib Muhsin bin Abdullah Alhamid, seorang panutan para saadah atau masyarakat, mengajaknya singgah di kediamannya di Lumajang. Ia menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul (Jember) dan akhirnya menetap di desa tersebut.

Da’wah Habib Shaleh kepada masyarakat sekitar diawalinya dengan membangun mushalla di tempat kediamannya. Habib Shaleh Tanggul selalu mengisinya dengan kegiatan Shalat berjemaah dan hizib Al-Quran antara magrib dan isya’ di mushalla ini. Beliau juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.

Setiap selesai Shalat Asar, ia membacakan kitab An-Nasaihud Dinniyah, karangan Habib Abdullah Alhaddad, yang diuraikannya ke dalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura. Beberapa tahun kemudian, ia mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang muhibibn, orang yang mencintai anak-cucu keturunan Nabi Muhammad, yakni H. Abdurrasyid. Tanah ini lalu ia wakafkan. Di atas tanah inilah ia membangun masjid yang diberi nama Riyadus Shalihin. Di masjid ini kegiatan keagamaan semakin semarak. Kegiatan keagamaan, seperti Shalat berjemaah, hizib Al-Quran, serta pembacaan Ratib Hadad, rutin dibaca di antara magrib dan isya’.

Dalam kesehariannya, Beliau selalu melapangkan dada orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Sering, bahkan, orang-orang yang sedang dililit utang, Beliau bantu untuk menyelesaikannya. Jika Beliau melihat seorang gadis dan jejaka yang belum kawin, ia dengan segera mencarikan pasangan hidup dengan terlebih dahulu menawarkan seorang calon. Apabila ada kecocokan di antara keduanya, segeralah mereka dinikahkan. Bahkan, sering Habib Shaleh yang membantu biaya perkawinannya. Pernah pula, dalam waktu sehari ia mendamaikan dua atau tiga orang yang bermusuhan.

Wasiat atau ajarannya yang paling terkenal, “Hendaklah setiap kamu menjaga Shalat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan Shalat Subuh berjamaah. Muliakan dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Jadilah kamu sekalian sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berbuat baik jangan pilih kasih, kepada siapa pun dan di mana pun.”

Dalam kehidupan kemasyarakatan, Beliau juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib Shaleh Tanggul juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan Beliau tercatat sebagai kepala penasihat rumah sakit. Beliau juga tercatat sebagai ketua ta’mir Masjid Jami’ yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat doa dan keikutsertaannya dalam peletakan batu pertama.

Menjelang wafatnya, tidak menunjukan tanda-tanda apa-apa. Hanya Beliau sering mengatakan kepada keluarganya, “Saya sebentar lagi akan pergi jauh. Yang rukun semua yah, kalau saya pergi jauh jangan ada konflik,” kata Habib Shaleh saat di bulan puasa.

Waliyullah yang doanya selalu terkabul itu wafat dengan tenang pada 7 Syawal 1396 H (1976) dengan meninggalkan 6 putra-putri yakni Habib Abdullah (alm), Habib Muhammad (alm), Syarifah Nur (alm), Syarifah Fatimah, Habib Ali dan Syarifah Khadijah. Jenazahnya kemudian dimakamkan di komplek pemakaman Selatan PJKA, Tanggul, Jember Jawa Timur

Minggu, 05 Desember 2010

Ayat Tasbih



Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin sesat masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yang sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah dll yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan hadits tersebut.

Sebagaimana makna Istiwa, yang sebagian kaum muslimin sesat sangat gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT” , entah darimana pula mereka menemukan makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat ayat dan Nash hadits lain, bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah swt turun kelangit yang terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758, sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir,

Maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari Bumi di langit yang terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka, jelaslah bahwa hujjah yang mengatakan Allah ada di Arsy telah bertentangan dengan hadits qudsiy diatas, yang berarti Allah itu tetap di langit yang terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy mengatakan Allah dilangit yang terendah.

Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tdk diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yang menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yang beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yang tidak baik yang mempermasalahkan masalah ini.

Lalu bagaimana dengan firman Nya : ”Mereka yang berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10), dandisaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yang turut berbai’at pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yang mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yang fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yang sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yang ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137) Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yang taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya.

Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat/madzhab dalam menafsirkannya, yaitu:

  • Madzhab tafwidh ma’a tanzih
Madzhab ini mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kpd Allah swt, dengan i’tiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)

Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga di pegang oleh Imam Abu hanifah.

Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan seperti para imam yang memegang madzhab tafwidh.
  • Madzhab takwil
Madzab ini menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dengan keesaan dan keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)

Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah.

Seperti ayat :
”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS Assajdah 14).

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dengan sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569)

Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)

Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yang berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy).

Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yang mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas tuhan sekalian alam” . (QS Asshaffat 180-182).

Walillahittaufiq
Mengenai ayat mutasyabih yang sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin sesat masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yang sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah dll yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan hadits tersebut.

Sebagaimana makna Istiwa, yang sebagian kaum muslimin sesat sangat gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT” , entah darimana pula mereka menemukan makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat ayat dan Nash hadits lain, bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah swt turun kelangit yang terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758, sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir,

Maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari Bumi di langit yang terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka, jelaslah bahwa hujjah yang mengatakan Allah ada di Arsy telah bertentangan dengan hadits qudsiy diatas, yang berarti Allah itu tetap di langit yang terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy mengatakan Allah dilangit yang terendah.

Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yang bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tdk diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yang menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yang beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yang tidak baik yang mempermasalahkan masalah ini.

Lalu bagaimana dengan firman Nya : ”Mereka yang berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10), dandisaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yang turut berbai’at pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yang mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yang fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yang sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yang ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137) Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yang taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya.

Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat/madzhab dalam menafsirkannya, yaitu:
1. Madzhab tafwidh ma’a tanzih
Madzhab ini mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kpd Allah swt, dengan i’tiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)

Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dengan hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yang juga di pegang oleh Imam Abu hanifah.

Dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dengan mahluk, bukan seperti para imam yang memegang madzhab tafwidh.

2. Madzhab takwil
Madzab ini menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dengan keesaan dan keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)

Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah.

Seperti ayat :
”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS Assajdah 14).

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dengan sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569)

Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yang dimaksud sakit pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)

Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yang berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy).

Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yang mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas tuhan sekalian alam” . (QS Asshaffat 180-182).

Walillahittaufiq

Rabu, 01 Desember 2010

Peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw

Tim Hadroh Saat Pembacaan Maulid Simtudhurror


Tim Hadroh Saat Pembacaan Qasidah


Tim Hadroh Saat Pembacaan Maulid Simtudhurror (Marhaban)


Tim Hadroh Saat Pembacaan Maulid Simtudhurror (Marhaban)


Tim Hadroh Saat Pembacaan Qasidah (Sholawat Nabi Muhammad Saw)