Suatu Majelis yang mempunyai tujuan untuk mendidik anak-anak, remaja dan masyarakat untuk lebih mendalami Hukum dan ajaran Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (Agama ISLAM).

Senin, 06 Desember 2010

Al Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid


Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid dilahirkan di Korbah Ba Karman (Wadi 'Amd), Hadramaut pada tahun 1313 Hijriyah. Ayahnya adalah Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid yang terkenal dengan sebutan Al-Bakry-Al-Hamid, adalah seorang sholihin dan seorang wali yang arif juga sangat dicintai dan disegani oleh masyarakatnya. Sedangkan ibunda beliau seorang wanita sholihah yaitu Aisyah dari keluarga Al-Abud Ba Umar dari masyaikh Al-'Amudi.

Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid mempelajari Al-Qur’an kepada seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd. Sedangkan Ilmu Fiqh dan tasawuf dipelajari dari ayahnya sendiri Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid.

Pada usia 26 tahun bertepatan bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Askariy, Al-Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa saat, kemudian menuju ke Lumajang di kediaman sepupunya Al-Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid. Al-Habib Sholeh menetap di Lumajang untuk beberapa lama, kemudian pindah ke Tanggul, Jember, Jawa Timur dan akhirnya menetap di sana hingga akhir hayatnya. Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid lebih akrab dengan sebutan Habib Sholeh Tanggul

Di Tanggul, Habib Sholeh mendirikan Masjid yang diberi nama Masjid Riyadus Sholihin bermula dari hadiah sebidang tanah dari seorang Muhibbin Almarhum Haji Abdurrasyid kepada Habib Sholeh, yang kemudian diwakafkan dan didirikan Masjid diatasnya.

Habib Sholeh berda'wah kepada masyarakat sekitar tidak kenal lelah, selalu mengajak ummat shalat berjama'ah dan tidak meninggalkannya. Anatara Maghrib dan Isya di isi dengan membaca Al-Qur'an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar membaca kitab An-Nashoih Dinniyah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Habib Sholeh wafat di Tanggul ketika senja pada hari Sabtu, tanggal 8 Syawal 1396 Hijriyah ( 1976 M.) dalam usia 83 tahun. Beliau wafat setelah berwudhu dan sebelum sempat melaksanakan shalat Maghrib. Dimakamkan pada hari Minggu , tanggal 9 Syawal 1396 Hijriyah, setelah shalat Dzohor di samping kiblat Masjid Riyadus Sholihin, Tanggul, Jember,Jawa Timur

Habib Sholeh meninggalkan 6 putra-putri : Al-Habib Abdullah, Al-Habib Muhammad, Syarifah Nur, Syarifah Fatimah, Al-Habib Ali dan Syarifah Khadijah.

Doanya Selalu Terkabul…
Habib yang satu ini doanya sangat terkenal selalu terkabul dan orang yang sangat disegani dan dicintai. Dialah Habib Shaleh bin Muhsin Al-Hamid, atau yang terkenal dengan panggilan Habib Habib Sholeh Tanggul (Jember).

Doa dari habib yang satu ini memang penuh rasa keikhlasan dan tidak tercampur sedikit pun dengan urusan duniawiyah. Wajarlah, bila setiap doa yang Beliau panjatkan sangat cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Beliau lah Al Habib Shaleh bin Muhsin Alhamid atau yang biasa dikenal dengan sebutan Habib Shaleh Tanggul.

Mengenai resep agar doanya cepat terkabul, pernah suatu ketika ada orang bertanya, “Ya, Habib Shaleh. Apa sih kelebihan ibadah Habib Shaleh yang tidak orang lain lakukan, sehingga doa Habib Shaleh cepat terkabul?”

Habib Sholeh menjawab, “Mau tahu rahasianya?”
“Saya tidak pernah menaruh pispot di kepala saya.”
Orang itu bertanya kembali,”Apa maksudnya ya Habib?” tanya balik orang itu kepada Habib Sholeh.
“Menaruh pispot di kepala mu dalam beribadah. Artinya, janganlah membanggakan dunia. Janganlah bersaranakan dunia dengan beribadah.”
Dunia kata pujangga adalah permainan, karena itu harus dipermainkan. Jangan kita dipermainkan.
“Contohnya bagaimana ya Habib?”
“Pispot walaupun terbuat dari emas murni yang terbaik di dunia dan bertahtakan intan berlian yang terbaik. Kalau dibuat topi, tetap akan membuat malu,” kata Habib Sholeh.
“Maksudnya?”
“Kalau orang mau membanggakan dunia, bermodalkan dunianya. Semisal untuk membanggakan diri tujuannya untuk mencari dunia, lihat saja orang itu akan terjerembab oleh dunia. Karena amal orang itu dipamer-pamerin…,” terang Habib Shaleh. Selain itu, kata Habib Shaleh jangan melakukan dosa syirik.

Habib Shaleh bin Muhsin Alhamid sendiri lahir di Korbah, Ba Karman (Wadi Amed) Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Habib Muhsin bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Al-Bakry Alhamid, seorang yang saleh dan wali yang arif dan dicintai serta dihormati oleh masyarakatnya. Banyak orang yang datang kepadanya untuk bertawasul dan memohon doa demi tercapainya segala hajat mereka. Ibundanya seorang wanita shalihah bernama Aisyah dari keluarga Alabud Ba Umar dari Masyayikh Alamudi.

Habib Shaleh memulai mempelajari kitab suci Al-Quran dari seorang guru yang bernama Said Ba Mudhij, di Wadi Amd, yang juga dikenal sebagai orang shaleh yang tiada henti-hentinya berzikir kepada Allah SWT. Sedangkan ilmu fikih dan tasawwuf Beliau pelajari dari ayahnya sendiri, Habib Muhsin Alhamid. Sewaktu kecil Habib Shaleh sebagaimana teman sebayanya, pernah menggembala kambing. Selain itu, ia ternyata mempunyai hobi menembak dengan senapan angin. Bahkan kemampuannya, bisa dikatakan luar biasa, karena ia dikenal sebagai penembak yang jitu.

Pada usia 26 tahun, tepatnya pada bulan keenam tahun 1921 M, dengan ditemani Assyaikh Al-Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al-Asykariy, Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua sempat singgah di Gujarat (India) beberapa waktu, kemudian baru ke Jakarta. Kemudian sepupu beliau, Habib Muhsin bin Abdullah Alhamid, seorang panutan para saadah atau masyarakat, mengajaknya singgah di kediamannya di Lumajang. Ia menetap di Lumajang untuk beberapa saat. Kemudian pindah ke Tanggul (Jember) dan akhirnya menetap di desa tersebut.

Da’wah Habib Shaleh kepada masyarakat sekitar diawalinya dengan membangun mushalla di tempat kediamannya. Habib Shaleh Tanggul selalu mengisinya dengan kegiatan Shalat berjemaah dan hizib Al-Quran antara magrib dan isya’ di mushalla ini. Beliau juga menggelar pengajian-pengajian yang membahas hal-hal mana yang dilarang oleh agama dan mana yang diwajibkan agama, kepada masyarakat sekitar.

Setiap selesai Shalat Asar, ia membacakan kitab An-Nasaihud Dinniyah, karangan Habib Abdullah Alhaddad, yang diuraikannya ke dalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura. Beberapa tahun kemudian, ia mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang muhibibn, orang yang mencintai anak-cucu keturunan Nabi Muhammad, yakni H. Abdurrasyid. Tanah ini lalu ia wakafkan. Di atas tanah inilah ia membangun masjid yang diberi nama Riyadus Shalihin. Di masjid ini kegiatan keagamaan semakin semarak. Kegiatan keagamaan, seperti Shalat berjemaah, hizib Al-Quran, serta pembacaan Ratib Hadad, rutin dibaca di antara magrib dan isya’.

Dalam kesehariannya, Beliau selalu melapangkan dada orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Sering, bahkan, orang-orang yang sedang dililit utang, Beliau bantu untuk menyelesaikannya. Jika Beliau melihat seorang gadis dan jejaka yang belum kawin, ia dengan segera mencarikan pasangan hidup dengan terlebih dahulu menawarkan seorang calon. Apabila ada kecocokan di antara keduanya, segeralah mereka dinikahkan. Bahkan, sering Habib Shaleh yang membantu biaya perkawinannya. Pernah pula, dalam waktu sehari ia mendamaikan dua atau tiga orang yang bermusuhan.

Wasiat atau ajarannya yang paling terkenal, “Hendaklah setiap kamu menjaga Shalat lima waktu. Jangan pernah tinggalkan Shalat Subuh berjamaah. Muliakan dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Jadilah kamu sekalian sebagai rahmat bagi seluruh alam. Berbuat baik jangan pilih kasih, kepada siapa pun dan di mana pun.”

Dalam kehidupan kemasyarakatan, Beliau juga terlibat sangat aktif. Antara lain, Habib Shaleh Tanggul juga tercatat sebagai pemberi spirit dengan meletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam Surabaya. Bahkan Beliau tercatat sebagai kepala penasihat rumah sakit. Beliau juga tercatat sebagai ketua ta’mir Masjid Jami’ yang didirikan di kota Jember yang pembangunannya juga dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat doa dan keikutsertaannya dalam peletakan batu pertama.

Menjelang wafatnya, tidak menunjukan tanda-tanda apa-apa. Hanya Beliau sering mengatakan kepada keluarganya, “Saya sebentar lagi akan pergi jauh. Yang rukun semua yah, kalau saya pergi jauh jangan ada konflik,” kata Habib Shaleh saat di bulan puasa.

Waliyullah yang doanya selalu terkabul itu wafat dengan tenang pada 7 Syawal 1396 H (1976) dengan meninggalkan 6 putra-putri yakni Habib Abdullah (alm), Habib Muhammad (alm), Syarifah Nur (alm), Syarifah Fatimah, Habib Ali dan Syarifah Khadijah. Jenazahnya kemudian dimakamkan di komplek pemakaman Selatan PJKA, Tanggul, Jember Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar