Suatu Majelis yang mempunyai tujuan untuk mendidik anak-anak, remaja dan masyarakat untuk lebih mendalami Hukum dan ajaran Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (Agama ISLAM).

Rabu, 17 Februari 2010

Sohlat Khusyuk



Hatim Al-Asham ra. Ditanya, “ Bagaimana shalatmu?”
“Jika waktu shalat telah tiba, aku berwudhu secara sempurna. Setelah itu kuberjalan menuju tempat shalat yang ku inginkan. Aku duduk disana dan berusaha mempersatukan seluruh anggota tubuhku untuk shalat. Kuletakan Ka’bah tepat didepanku, titian menuju Neraka di Bawah Telapak Kakiku, Sugra di kananku, Neraka di Kiriku, Malaikat Pencabut Nyawa di Belakang Ku dan kuanggap itulah Shalat Terakhirku. Aku berdiri dengan rasa harap dan takut, kemudian kukumandangkan takbir dengan benar, kubaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan tartil. Ketika rukuk, akupun rukuk dengan merendahkan diri dihadapan Allah SWT. Saat sujud, aku bersujud dengan penuh khusyuk. Kemudian dikala duduk (tahiyyat awal), kuletakkan telapak kaki kananku dengan bertumpu pada ibu jari. Kukerjakan semua itu dengan ikhlas. Kemudian aku taktahu, shalatku itu ditolak atau diterima.

Hikmah dibalik kisah
Setiap orang mendambakan shalat yang khususk dan bermakna, hanya saja tidak semuanya mau berusaha untuk memperolehnya. Dalam kisah diatas, Hatim Al-Asham ra telah menyampaikan sebuah tips jitu untuk membuat shalat kita bermakna. Salahsatunya, adalah merasa dikejar maut.

Rasulullah SAW bersabda :

“Jika Kau berdiri menunaikan shalat, maka shalatlah dengan anggapan itu sebagai shalat perpisaha (yang terakhir).” (HR Ibu Majah dan Ahmad).

Andai setiap hendak mengerjakan shalat kita dapat benar-benar merasa bahwa itu adalah akhir usia kita dan setelah itu kita mati, tentu kita akan mengerjakan shalat sebaik mungkin. Kita akan khususk dan khidmat. Agar lebih mudah, bayangkan anda sedang ditawan musuh dan akan dihukum mati. Anda akan diberi satu kesempatan untuk menunaikan shalat. Selepas shalat, mereka akan menembak mati Anda. Kiranya, pada saat itu masih sempatkan kita memikirkan pekerjaan dan berbagai kesibukan duniawi lainnya?

Sayid Muhammad bin Abdullah Al-Aidarus berkata :

"Wahai saudaraku, ketahuilah, ahli ilmu billah (orang-orang yang mengenal Allah) selalu beramal sesuai dengan hakikat amal itu sendiri. Memperhatikan berbagai rahasia ketaatan merupakan metode mereka. Menjaga anggota tubuh agar khusyuk dan tenang, ketika rukuk maupun sujud adalah adab mereka dalam shalat."

Seorang hamba seharusnya mengetahui bahwa shalat yang ia kerjakan adalah ibarat sebuah hadiah yang ia gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Jangalah seorang meremehkan shalat, sebab Allah akan meremehkannya. Ia harus lebih memperhatikan batinnya dan meyakinkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memandang rohaninya sebagaimana Ia memandang jasmaninya. Ketika berada di hadapan Allah Ta’ala Ia harus beradab dan mencurahkan seluruh perhatiannya kepada Allah.

Inti, rahasia dan ruh shalat adalah berhubungan dan konsentrasi hati kepada Allah Ta’ala tanpa henti. Inilah yang menyebabkan derajat setiap orang dalam shalat berbeda-beda. Ibnu ‘Abbas ra berkata, “Dua rakaat yang engkau kerjakan dengan tafakur dan usaha untuk memetik pelajaran serta dengan penuh keyakinan adalah lebih baik dari pada shalat sepanjang malam dengan hati yang lalai.”

Berbagai bisikan yang memutuskan hubungan hati dengan Allah Ta’ala akan mengurangi dan menodai shalat. Bisikan hati ada tiga, yaitu Khotir, Fikr dan ‘azm. Khotir adalah “sebuah bisikan yang terlintas tetapi tidak menetap dalam hati”. Fikr adalah beberapa khotir yang menetap dalam hati. Dan ‘azm adalah tekad hati untuk mewujudkan fikr.

Ketika mengerjakan shalat manusia harus berusaha memerangi, menolak dan menyingkirkan ketiga jenis bisikan ini agar tidak merusak hubungan intinya kepada Allah. Ia harus menyingkirkan dan tidak membiarkan berbagai khotir terlalu lama berlalu-lalang dalam hatinya sehingga menjadi Fikr kemudian ‘azm. Jika hal ini terjadi, maka ia tidak akan memperoleh hakikat shalat.

Hasan Al-Bashri rhm berkata, “Setiap shalat yang tidak dihadiri hati lebih cepat mendatangkan siksa.”

Sebagaimana menghadapkan wajahnya ke kiblat, seharusnya dia juga menghadapkan hatinya ke pada Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa inilah hakikat shalat. Jika seorang hamba lalai ketika menunaikan ibdaha shalat, maka bagian yang ia lalaikan itu tidak dihitung sebagai shalat,

sebagaimana sabda Rasulullah saw :

“Engkau tidak akan memperoleh (pahala) dari shalatmu kecuali apa yang engkau pahami.” (Al Hadist)

Selepas shalat hendaknya ia berdo’a memohon kepentingan agama dan dunianya kepada Allah Ta’ala. Jangalah ia Shalat seperti orang yang terpaksa, yaitu selepas salam langsung berdiri. Sikap ini menunjukkan bahwa ia sangat lalai. Selepas shalat hendaknya ia duduk membaca tasbih, tahmid dan takbir. Kemudian berdo’a dengan khusyuk dan merendahkan diri untuk dirinya, kedua orangtuanya dan kaum muslimin muslimat. Dengan demikian shalatnya akan menjadi sempurna. Disamping itu ia juga harus berusaha menunaikan shalat di awal waktu, sebab hal ini disunahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar